$theTitle=wp_title(" - ", false); if($theTitle != "") { ?>
BiNusian weblog
7 Jan // php the_time('Y') ?>
Gw menyukai seseorang, dan seseorang ini pun tanpa sepengetahuannya, telah mengubah hidup gw secara drastis. Semuanya dimulai setelah gw ospek di binus. Prinsip gw dalam mencari pasangan adalah dia harus lebih muda dari gw, karena itu gw memutuskan untuk nggak berpasangan dulu, well, dikarenakan wanita memiliki expire date, jadi sebisa mungkin gw harus mencari pasangan yang lebih muda dari gw, paling nggak 2 tahun lah. Beberapa orang mengatakan bahwa gw berpikir terlalu jauh ke depan, memang, gw masih terlalu muda untuk menjalani hubungan yang serius, dikarenakan gw belum memiliki pekerjaan. Dari kecil gw sama sekali ga punya cita-cita. Jadi saat SMA, masa depan gw bener-bener suram. Nggak punya cita-cita, tujuan, dsb. Tiap hari gw selalu memainkan leptop gw. Entah utak-atik, main game, atau friendster(sekarang udah migrasi ke pesbuk, dikarenakan terlalu banyak alay), atau belajar untuk “masa depan”, u know? Udah, lanjut, jangan dipikirin. Karena gw terlanjur jatuh hati pada leptop gw, gw memutuskan untuk masuk binus. Well, karena keterbatasan dana, gw mau nggak mau harus masuk binus. Mau masuk univ negri, nggak sanggup senampete-en. Kalo lewat jalur Simak, dsb, harus kuat-kuatan setoran… test cuma sandiwara belaka… belom lagi subsidi silangnya… udah mending gw cari univ yang murah meriah, sesuai minat, dan balik modal lebih cepet. Bokap gw yang pro-negri aja sampai mempersilahkan gw masuk swasta. Mungkin dia kecewa dengan sistem pendidikan umum di Indonesia. Maklum… Indonesia Raya… jadi lanjut aja, makin dibahas makin buruk.
Next, setelah ospek, gw ditempatkan di kelas 01PEM, yang sebagian muridnya minat belajar, sebagian berbakat “networking” dengan kelas lain dan senior, sisanya… lanjut. Pertemuan pertama, mata kuliah (MK) konsep sistem informasi. Gw duduk di kursi kedua dari kiri di baris kedua, kalo ga salah. Dia duduk pas dibelakang gw, Disebelah kanannya temen sekelas gw pas ospek. Waktu itu, dosen menyuruh kami untuk membuat sebuah kelompok belajar, yang terdiri dari 6-7 orang. Gw sama temen gw waktu ospek, Tommy, memutuskan untuk membentuk kelompok yang anggotanya berasal dari kelas ospek kemarin, untuk mengurangi waktu yang terbuang untuk berkenalan lagi. Setelah itu gw mengetahui bahwa wanita itu, jangan ah, ketuaan, gadis itu ternyata sekelas sama gw pas ospek. Pantesan kayanya mukanya gw kenal. Jadi kita 6 orang sekelas jadi sekelompok. Next, gw merasakan sesuatu yang berbeda saat gw melihat gadis itu, she’s different, unlike other girl, fashion behavior yang berbeda, pokoknya beda deh. Setelah melalui beberapa MK, gw melihat dia sebagai gadis yang pintar. Setelah beberapa tugas kelompok, gw melihat dia sebagai gadis yang pintar, genetically, just like me. Gw suka memperhatikan cara dia merhatiin dosen pas di kelas, dia:
– pesbukan
– ngegambar
– tiduran
– nyatet, tapi jarang
sedangkan gw:
– maen game hape
– pesbukan
– tiduran
– nyatet langsung di buku paket, secara abstrak(temen gw ga ada yang ngerti ~_~)
– tambahan=merhatiin dia
dari situ dapat diambil kesimpulan bahwa kami sama-sama menderita sedikit autisme, dan dari situ pula gw ngambil kesimpulan bahwa dia pinter secara genetis, kaya gw. Dari kecil gw selalu sensi sama cewek yang pinter, gw ga suka ada cewek yang lebih pinter dari gw. So, gw deketin dia, dan berusaha menjatuhkan dia (terus terang gw orangnya terlalu bergantung pada perintah otak, daripada perasaan. Bokap gw pernah menyebut gw sadis!). Hasilnya? Gw malah makin tertarik sama dia.
Saat belajar sekelompok dalam rangka menyambut UTP, gw menyadari, dialah satu-satunya orang yang nyambung sama gw, waktu dia nanya sama gw, biasanya gw memberi jawaban dalam bentuk clue by clue, untuk mengetahui kemampuan dan minat seseorang. Biasanya clue pertama atau kedua dia udah langsung ngerti. Salah satu kesulitan gw dalam bergaul adalah hanya sedikit orang-orang yang nyambung bicara sama gw. Prinsip gw dalam mengajarkan sesuatu pada seseorang adalah, tiada gunanya mengajarkan sesuatu pada orang yang sama sekali nggak berminat. Maaf, tapi ciri orang yang menurut gw ga berminat adalah, pada saat gw beri beberapa clue, dia malah minta dijabarkan secara keseluruhan. TRUS LU PINTERNYA KAPAN? MASA GW SUAPIN TERUS? Gw selalu menganggap bahwa kuliah adalah dasar-dasar yang akan gw gunakan seluruhnya saat gw bekerja nanti. Kuliah itu penting. Lebih penting daripada SMA. Justru banyak pelajaran SMA yang gw anggap nggak guna. Lanjut aja, makin diomongin, makin ga guna tuh SMA.
Suatu hari, pas belajar kelompok, dia membawa surat-surat penting miliknya (ijasah, akta kelahiran, dsb.), disitulah, gw mendapatkan jawaban atas rasa penasaran gw. Dia lahir di ibukota Mexico, sekarang orang tuanya tinggal di Rusia, menurut tebakan gw, pasti di ibukotanya. Kenapa? Nanti dulu. Dia sempat sekolah SMA di Rusia, lulus dengan nilai yang nyaris sempurna. Katanya materinya sama kaya materi SMP di Indonesia (bener kan? materi SMA itu USELESS!!! buat apa belajar susah-susah kalo ijasah SMA cuma bisa jadi OB, atau karyawan rendahan di supermarket? FFFF!!!). Emosi… jadi lupa cerita sampe mana…
Bersambung ahh… Mandi dolo…
Leave a reply